Saturday, September 30, 2006

Asal-Usul Hotel


Sejak lahir, manusia sudah dikaruniai hobi jalan-jalan. Baik sekadar plesiran maupun yang berbau petualangan. Di antara banyak faktor pendukung kenyamanan plesiran, paling penting tentu soal akomodasi. Betapa tak enaknya jika piknik harus disambung acara bermalam di tengah hutan, lantaran sama sekali tak menemukan pondokan.
Makanya, berterima kasihlah kepada pebisnis tempat inap, mulai losmen sederhana hingga hotel berbintang. Tinggal tunjuk penginapan mana yang ditaksir. Kalau ternyata uang saku mencukupi, segala macam akomodasi dijamin beres dan memuaskan.
Hotel sendiri berasal dari kata hostel, konon dicomot dari bahasa Prancis kuno. Bangunan publik ini sudah disebut-sebut sejak akhir abad ke-17. Maknanya kira-kira, "tempat penampungan buat pendatang" atau bisa juga "bangunan penyedia pondokan dan makanan untuk umum". Jadi, pada mulanya hotel memang diciptakan untuk meladeni masyarakat.
Tak aneh kalau di Inggris dan Amerika, yang namanya pegawai hotel dulunya mirip pegawai negeri alias abdi masyarakat. Tapi, seiring perkembangan zaman dan bertambahnya pemakai jasa, layanan inap-makan ini mulai meninggalkan misi sosialnya. Tamu pun dipungut bayaran. Sementara bangunan dan kamar-kamarnya mulai ditata sedemikian rupa agar bikin betah. Toh, bertahun-tahun standar layanan hotel tak banyak berubah.
Sampai pada 1793, saat City Hotel dibangun di cikal bakal wilayah Kota New York. City Hotel itulah pelopor pembangunan penginapan gaya baru yang lebih fashionable. Sebab, dasar pembangunannya tak hanya mementingkan letak yang strategis. Tapi juga pemikiran bahwa hotel juga tempat istirahat yang mumpuni. Jadi, tak ada salahnya didirikan di pinggir kota.
Setelah itu, muncul hotel-hotel legendaris seperti Tremont House (Boston, 1829) yang selama puluhan tahun dianggap sebagai salah satu tempat paling top di AS. Tremont bersaing ketat dengan Astor House, yang dibangun di New York, 1836. Saat itu, hotel modern identik dengan perkembangan lalu lintas dan tempat beristirahat. Saat pembangunan jaringan kereta api sedang gencar-gencarnya, hampir di tiap perhentian (stasiun) ada hotel.
Maksudnya jelas, untuk mengakomodasi orang-orang yang baru saja bepergian dengan kereta api. Karena masa itu naik KA sangat melelahkan, hotel-hotel pun "dipersenjatai" berbagai hiburan pelepas penat. Hotel jenis ini, diembeli-embeli dengan kata "transit", karena memang ditujukan buat para musafir.
Toh, seiring dengan berkembangnya teknologi dan makin luasnya jangkauan angkutan darat (terlebih setelah ditemukannya kendaraan bermotor), kawasan sekitar rel KA tak lagi menarik minat para investor. Maklum, orang kemudian lebih suka jalan-jalan pakai mobil ketimbang kereta. Kepopuleran hotel transit pun tersaingi oleh kehadiran "motel", gabungan kata "motor hotel" alias tempat istirahat para pengendara kendaraan bermotor.
Kejayaan motel tak berlangsung lama. Seiring makin pesatnya perkembangan kota, berakhir pula era sang motel. Terutama karena letaknya yang agak di pinggir kota dan fasilitasnya yang kalah "wah" dengan hotel di pusat kota. Kalau pun terpaksa bermalam di kawasan pinggiran, motel harus bersaing dengan hotel resort, yang banyak tumbuh di tempat-tempat peristirahatan.
Selain hotel resort, anak-anak kandung hotel yang lahir di era 1990-an tak kalah hebatnya. Sebut saja berbagai extended-stay hotel, khusus buat tamu yang membutuhkan tempat menginap minimal lima malam. Sedangkan pelaku bisnis yang harus bernegosiasi di kampung atau negeri orang, bisa mencari hotel apartment. Di Amerika, dua jenis hotel ini berkembang sangat pesat.
Bagaimana di Indonesia? Tidur di hotel berbintang lima, resort, maupun hotel apartment barangkali cuma bisa dirasakan oleh segelintir orang. Tapi menjamurnya tempat semacam itu di sini, juga menunjukkan kita tak kalah langkah di "dunia perhotelan". Meski boleh jadi, praktiknya justru hotel-hotel melati atau motel yang lebih laku. Apa pun kecenderungannya, ambil saja hikmahnya.
Setidaknya, tak ada lagi kekhawatiran harus menginap di hutan gara-gara tak ada pondokan.
(int,okto 2001)

Read more!

Asal-Usul Dasi


Dasi, konon menurut Asosiasi Aksesori Leher Amerika, punya sejarah panjang yang melilit perkembangannya. Sejak zaman batu pun aksesori di leher dan dada sudah ada, khususnya untuk memberi ciri pada kelompok pria dari strata tinggi.
Malah, pada masa Romawi kuno sudah dipakai kain untuk melindungi leher dan tenggorokan, khususnya oleh para jurubicara. Pada perkembangannya prajurit militer Romawi pun memakainya. Bukti dipakainya aksesori kain leher tampak pada patung batu di makam kuno, Xian, Cina.
Aksesori leher terkenal lainnya muncul di masa Shakespeare (1564 - 1616), yakni ruff. Kerah kaku dari kain putih itu bentuknya serupa piringan besar yang melingkari leher. Untuk mempertahankan bentuk, ruff sering dikanji. Lambat laun orang merasa ruff yang bertumpuk-tumpuk hingga mencapai ketebalan beberapa sentimeter mengakibatkan iritasi.
Lahirlah cravat pada masa pemerintahan Louis XIV tahun 1660-an. Namun, Kroasia lebih tepat disebut sebagai tanah asal dasi.
Ini sesuai penuturan Francoise Chaile dalam buku La Grande Historie de la Cravate (Flamarion, Paris, 1994).
"... Sekitar tahun 1635, sekitar enam ribu prajurit dan ksatria datang ke Paris, yang disewa oleh Louis XIII dan Richelieu. Pakaian tradisional mereka amat menarik. Sehelai sapu tangan diikatkan di leher dengan cara khusus. Sapu tangan itu terbuat dari berbagai kain, dari yang serupa seragam, katun halus, hingga sutera. Gaya unik ini segera 'menaklukkan Prancis'. Apalagi cara ini lebih praktis ketimbang kerah kaku. Sapu tangan itu cuma diikat, dengan ujung-ujungnya dibiarkan lepas."
Maka disebutlah sapu tangan itu cravat, artinya "penduduk dari Kroasia".
Sebagaimana aksesori leher di zaman batu, keindahan cravat dan cara mengikatnya menunjukkan kelas si pemakai. Konon Beau Brummell (1778 - 1840), yang banyak mempengaruhi perkembangan mode, perlu waktu berjam-jam untuk mengikat cravat-nya.
Banyak buku teknik mengikat cravat diterbitkan. Salah satunya menampilkan 32 cara, meski kenyataannya ada lebih dari 100 cara yang resmi dikenal saat itu. Begitupun, ada saja orang yang ingin mengekspresikan kepribadian mereka dengan kreasi sendiri.
Selanjutnya muncul adab mengenakan cravat. Seseorang pantang menyentuh cravat orang lain. Kalau sampai terjadi, tindakan itu bisa berakibat fatal, yakni duel.
Bahkan takhayul pun berkembang di seputaran cravat. Konon saat Napoleon mengenakan cravat hitam yang dililitkan dua kali memutari leher, ia selalu menang perang. Celakanya, saat terjun di Waterloo ia memakai cravat putih. Akibatnya? Ia pun "jatuh".
Tahun 1860-an cravat dengan ujung yang panjang mulai menyerupai aksesori leher modern alias dasi. Ketika muncul mode kemeja berkerah, dasi disimpulkan di bawah dagu, ujung panjangnya terjuntai di depan kemeja. Sementara dasi berbentuk kupu-kupu baru populer tahun 1890-an.
Dengan kemajuan teknologi, kini dasi jadi makin beragam warna, desain, dan teksturnya. Alhasil, lebih dari 100 juta dasi menyerbu berbagai gerai dasi setiap tahun.
(int,apr 2001)

Read more!

Asal-Usul Jalan Berbatu


Tahukah Anda jalan makadam? Yaap, jalan dari batu pecah yang diatur padat lalu ditimbuni kerikil, hingga permukaannya keras. Tapi, jangan salah sebut dengan Makodam, itu mah beda banget. Nama makadam berasal dari nama penggagasnya yaitu John Loudon McAdam (1756 - 1836). Makadam lahir berkat semangat untuk membangun lebih banyak jalan. Maka, perlu cara membuat jalan secara cepat dengan biaya tidak terlalu tinggi. Makadam diakui sebagai pembuka jalan kemajuan konstruksi jalan.
Di akhir abad XIX seiring dengan makin banyaknya pemakai sepeda, jalan yang mulus semakin dituntut. Tahun 1824 untuk pertama kali jalan beraspal dibuat, cuma dengan menaruh blok-blok aspal. Jalan bersejarah itu di Champ-Elysees, Paris.
Selanjutnya, hadir jalan beton semen portland di Skotlandia pada 1865. Meski lebih kuat, jalan beton mudah retak. Sedangkan aspal punya kelebihan sebagai pengikat yang tahan air dan plastis alias memiliki kemampuan "kembang-susut" yang baik terhadap perubahan cuaca.
Aspal telah dipakai sejak masa sangat awal. Peninggalan dari sekitar milenium 3 SM di Mohenjo-daro, Pakistan, berupa penampung air dari batu bata yang bertambalkan aspal adalah buktinya.
Aspal jalan modern adalah hasil karya imigran Belgia Edward de Smedt di Columbia University, New York. Tahun 1872, ia sukses merekayasa aspal modern dengan kepadatan maksimum. Aspal itu pertama kali dipakai di Battery Park dan Fifth Avenue, New York, tahun 1872 dan Pennsylvania Avenue, Washington, D.C. tahun 1877. Kini, sedikitnya 90% jalan utama di perkotaan selalu memanfaatkan aspal.
Jangan bandingkan kondisi itu dengan keadaan jalan pertama, yang muncul sekitar tahun 3000 SM. Jalan itu masih berupa jalan setapak, dengan konstruksi sesuai kendaraan beroda masa itu. Letaknya diduga antara Pegunungan Kaukasus dan Teluk Persia.
Lalu dibangunlah jalan yang menghubungkan Mesopotamia - Mesir, selain sebagai fasilitas perdagangan, juga pertukaran budaya. Jalan utama pertama adalah Jalan Bangsawan Persia, yang terentang dari Teluk Persia hingga Laut Aegea sepanjang 2.857 km. Jalan ini bertahan dari tahun 3500 - 300 SM.
"Jalur Kuning" adalah jalan tertua di Eropa yang berawal di Yunani dan Tuscany hingga Laut Baltik. Di Asia Timur bangsa Cina membangun jalan yang menghubungkan kota-kota utamanya, bila digabung panjangnya mencapai 3.200 km.
Jalan memegang peran penting atas kelangsungan suatu bangsa, itu diakui Bangsa Romawi kuno. Tak heran mereka banyak membangun jalan. Di puncak kejayaannya Romawi telah membangun jalan sepanjang 85.000 km! Itu terbentang mulai Inggris di utara hingga Afrika Selatan, dan dari pantai Samudera Atlantik di Peninsula Iberian di barat hingga Teluk Persia di timur.
Teknik membangun jalan pun amat beragam. Di Eropa Utara yang repot dengan tanah basah serupa "bubur", dipilih jalan kayu. Gelondong kayu dipasang di atas lapisan ranting, lalu di atasnya disusun kayu secara melintang berpotongan untuk melalui ranjau "bubur" itu.
Di Kepulauan Malta ada bagian jalan yang ditatah agar kendaraan tak meluncur turun. Sedangkan masyarakat di Lembah Indus sudah membangun jalan dari bata yang disemen dengan bituna (bahan aspal) agar tetap kering.
Namun, bangsa Romawilah penemu konstruksi jalan secara ilmiah. Jalan-jalan yang berciri khas lurus-lurus itu terdiri atas empat lapis. Yang pertama adalah hamparan pasir atau adukan semen, lalu lapisan batu besar datar, disusul lapisan kerikil dicampur kapur, terakhir lapisan tipis permukaan dari lava yang seperti batu api. Ketebalan jalan itu 0,9 - 1,5 m. Rancangan mereka termasuk yang tercanggih sebelum muncul teknologi pembuatan jalan modern di akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Sayangnya, jalan itu rusak saat Romawi mulai runtuh.
(int,feb 2001)

Read more!

Asal-Usul Pengantar Surat


Kita sekarang dengan enteng bisa bilang, “Tunggu sebentar, aku baru balas e-mail-mu.”
Ucapan yang sama entengnya, “Dari tadi aku kirim SMS, belum ada jawaban dari dia.”
Itulah hasil budi daya manusia bernama teknologi. Pesan dan jawaban atas keingintahuan sampai dalam saat yang amat singkat; nyaris seketika. Sementara di bagian lain, perpindahan aneka dokumen tertulis dan paket kiriman juga makin singkat.
Tak terbayangkan, pada masa lalu, jasa pos tak lebih dari cara primitif penyampaian pesan yang berlangsung amat lamban. Dan percayakah Anda kalau lari estafet semula bukan untuk lomba olahraga, melainkan untuk meng-antar surat dan paket?
Kaisar Julius (100 SM) yang suatu ketika tinggal di Inggris, mengirim dua pesan kepada Cicero, pujangganya di Roma. Jarak yang kini bisa ditempuh kurang dari sehari naik bus itu dulu memerlukan 26 hari untuk surat pertama, dan 28 hari untuk surat kedua (Encyclopaedia Americana, 1976).
Para pembawa pesan tak lain adalah para budak. Atau mereka yang takluk. Mereka berjalan kaki - dan kemudian naik kuda yang ditempatkan pada semacam pangkalan (dari sinilah istilah pos, dari kata Latin positus yang artinya “ditempatkan” itu berasal) sambil membawa pesan.
Sejarawan Yunani tahun 400-an SM, Herodotus, menerangkan kerja orang-orang Persia penyampai pesan, “Tak peduli salju atau hujan, panas atau dalam keremangan malam, para kurir itu terus berjalan menunaikan kewajiban.” (The World Book Encyclopaedia, 1992).
Pada tahun 27 SM, Kaisar Agustus menata sistem pengiriman pesan dengan membuat banyak jalan di wilayah Kekaisaran Romawi. Sejak itu layanan pos menjadi instrumen peradaban cukup penting. Bahkan ketika Kekaisaran Roma runtuh pada tahun 400an, sistem yang telah berkembang di seluruh Eropa tak ikut berantakan.
Di belahan dunia lain, sekitar tahun 1200-an pemimpin Mongolia Kubilai Khan telah mengembangkan sistem layanan pesan berantai melalui 10.000 stasiun pos. Di Amerika Utara dan Selatan, bangsa Aztec dan Inca juga memiliki ribuan pelari estafet yang kerjanya mengirimkan pesan dan mengantarkan paket antarkota.
Pos sebagai jasa layanan publik resmi pertama kali dilakukan oleh otoritas Universitas Paris. Pada akhir abad ke-13 lembaga itu mempekerjakan para kurir untuk mengantar surat dan mengumpulkan uang kuliah mahasiswa yang berasal dari seantero Eropa. Langkah ini lantas diikuti pemerintah. Pada 19 Juni 1464 Raja Louis XI memerintahkan pendirian pangkalan surat di kota-kota utama Prancis. Pada masa pemerintahan Louis XIII dibentuk lembaga negara yang mengurusi surat dan paket.
Para penguasa negara lain segera melakukan hal yang sama. Kaisar Maximilian dari Belgia membuat jalur pos Brussels - Wina pada tahun 1516. Di Inggris, setelah sebelumnya ada jasa layanan pos partikelir, Raja Edward III pada 1635 mendirikan jalur pos pemerintah antara London - Edinburgh. Di Italia layanan pos berawal pada 1561. Di Massachussetts, AS, pada 1639 berdiri pusat layanan jasa pos.
Perkembangan itu lantas berakibat pada diberlakukannya standarisasi ukuran amplop, prangko dan letaknya, juga sistem prangko berlangganan. Berkembang pula aneka mesin pemisah jenis surat dan paket, pemindai prangko dan kode pos, dll.
Di banyak negara dalam masa modern, jasa layanan pos menjadi bagian dari birokrasi pemerintah, dan biasanya disatukan dengan telekomunikasi. Tapi di Inggris, pemerintah hanya menangani The Post Office, dan telekomunikasi diserahkan swasta. Ketika pertumbuhan pos makin besar, kalangan swasta juga ambil bagian.
Mengenai volume kiriman surat, sampai tahun 1992 AS menduduki peringkat pertama, yakni lebih dari 110 miliar pucuk per tahun, setengah jumlah total surat yang setiap tahun beredar di seluruh dunia.
Volume itu pasti surut ketika teknologi surat elektronik dan SMS membanjir seperti sekarang. Namun fungsi jasa layanan pos tetap tak tergantikan. Entah suatu saat nanti, kalau undangan atau kartu ucapan hari raya dianggap cukup sopan dikirimkan secara elektronik atau lewat SMS
(int,dec 2001)

Read more!

Asal-Usul Kapal


Main kapal-kapalan kertas dan berbagai lagu yang mengambil tema "kapal", mencerminkan kedekatan kita dengan kapal. Sebagai bangsa bahari, nenek moyang kita memang telah menjelajahi Asia Tenggara, Pasifik, hingga Madagaskar untuk berdagang. Diduga perahu mereka berbahan bambu yang mudah diperoleh di Indonesia.
Perahu bambu yang dikenal sebagai rakit atau gethek itu pastilah masih sederhana, tanpa kemudi dan layar. Jadi, hanya efektif untuk pelayaran jarak pendek lewat sungai, alias penghubung antarkota. Untuk pelayaran antarpulau atau antarnegara perahu itu dipermodern. Misalnya dipasangi balok keseimbangan di kanan-kiri, dilengkapi dayung dan layar.
Beberapa tahun lalu Dr. Alan Thorne mengadakan uji coba pembuatan perahu serba bambu, termasuk dayungnya, di Kep. Seribu, utara Jakarta. Perahu itu dilengkapi tiang dengan layar dari tikar pandan. Lalu dengan perahu itu Thorne menuju sebuah pulau, yang hanya makan waktu 30 menit. Kesimpulannya, perahu jenis itu yang dulu memang dipakai para pelaut Asia purba.
Nyatanya perahu serupa masih dipakai nelayan di Cina. Meski tanpa layar, perahu itu mampu menuju ke tengah lautan. Bahkan dengan membawa hasil laut seberat lima ton! Sayang, hingga kini tak ditemukan bambu sisa perahu purba. Mungkin karena bambu mudah lapuk.
Namun perahu bukanlah temuan kita yang pertama untuk mengarungi perairan. Nun di zaman prasejarah, orang menyeberangi sungai dengan menunggangi batang kayu yang didayung dengan tangan. Sangat sederhana. Baru kemudian terpikir untuk membangun rakit dengan mengikat jajaran batang kayu. Cara berikut, membuat ceruk pada batang kayu.
Di daerah jarang kayu, perahu dibuat dari berbagai bahan. Misalnya, membentuk kulit binatang menjadi kantung besar. Kantung ini menjadi bantal angin yang mengambang di air, siap ditunggangi. Atau, beberapa "bantal" diikat menyatu menjadi serupa rakit. Di daerah tertentu orang memakai kuali-kuali tanah kecil yang disatukan menjadi rakit. Cara lain, nyemplung ke gentong yang memuat satu orang.
Di Mesir kuno rakit malah dibuat dari alang-alang. Tahun 4000 SM, mereka telah membuat perahu sempit yang panjang lengkap dengan dayung untuk menyusuri S. Nil. Penemuan utama mereka lahir seribu tahun kemudian berupa layar segi empat. Mereka pula yang menemukan teknik membuat kapal papan. Berbeda dengan kapal papan sekarang, kapal papan Mesir sama sekali tidak menggunakan rangka. Papan yang satu hanya disambung dengan yang lain. Teknik itu dikembangkan untuk membuat kapal besar.
Antara tahun 2500 SM - 1450 SM suku Minoan dan Mycenea di Yunani secara bergantian menjadi penguasa Laut Tengah. Prestasi penting mereka adalah membangun kapal satu layar yang memiliki ruangan luas, serta merintis kapal perang dengan barisan pendayung.
Dua setengah abad kemudian tibalah era pelaut Phoenicia di timur Pantai Laut Tengah dan bangsa Yunani. Tahun 500 SM mereka punya kapal dengan dua tiang layar. Eksploitasi tenaga manusia terjadi di kapal perang Yunani. Tahun 700 SM mereka menggunakan dua susun - atas-bawah - barisan pendayung di tiap sisi, tahun 650 SM meningkat menjadi tiga susun atau trireme. Yunani pula yang merintis penggunaan layar segi tiga tahun 300 SM.
Tahun 100 SM kapal Romawi merajai lautan. Kapal terbesar mereka berukuran panjang 55 m dan lebar 14 m dengan daya angkut 1.000 penumpang dan 910 ton barang. Tapi, kamar hanya tersedia bagi orang penting. Penumpang biasa cukup tinggal di dek terbuka. Di malam hari mereka mau tak mau "membangun" sedikit penaung yang melindungi tubuh kala tidur.
Konon, kapal terhebat di kawasan utara Eropa adalah kapal Viking. Antara tahun 700 - 1000 mereka mengarungi Laut Atlantik Utara hingga Amerika bagian Utara. Sebagai perompak, merekalah teror di laut.
Salah satu puncak kemajuan pembuatan kapal terjadi di tahun 1800-an. Itu ketika tahun 1807 Robert Fulton dari AS membangun kapal uap pertama. Kapal layar besi pertama, The Vulcan, lahir tahun 1818 di Inggris. Tahun 1959 AS meluncurkan Savannah, kapal dagang bertenaga nuklir pertama.
Setelah sekian tahun berkembang, sampai seberapa panjang kapal di abad XX? Tanker Seawise Giant, diluncurkan tahun 1979, memiliki panjang 458 m!
(int,juli 2001)

Read more!

Asal-Usul Bola


Informasi tentang bola tertua dan pertama di dunia hanya dapat ditarik dari catatan lama atau gambar grafis bola di beberapa situs kuno. Salah satu referensi tertua ditemukan di makam Beni-Hasan, Mesir, dari tahun 2500 SM. Yang mengeezuutkan, para pemuda pemain bola ditampilkan ... tanpa busana!
Rupanya, bola sudah sejak dulu makan korban. Konon menurut politikus Cicero (106 - 43 SM), permainan bola yang sudah amat populer di Romawi kuno pernah melahirkan kasus unik di pengadilan. Ceritanya, waktu itu anak-anak biasa bermain di jalanan. Tak terduga, bola melambung, lalu menghantam tangan tukang cukur yang tengah mencukur jenggot pelanggannya. Celakanya, ia mencukur dengan sebilah pisau. Tragedi pun jatuh. Pelanggan itu tewas oleh pisau.
Bukti populernya permainan bola ditunjukkan oleh lukisan dinding dari abad I di makam bawah tanah Roma. Pada gambar beberapa pemuda tampak bermain lempar-lemparan bola dengan bertelanjang kaki. Selain itu, konon olahraga serupa sepak bola juga dipakai sebagai bagian latihan militer, menandakan permainan bola di Romawi saat itu cukup beragam.
Demikian merasuknya hobi main bola sampai-sampai tiap pagi ada saja orang Romawi yang main bola, entah di lapangan bola atau pekarangan. Jangan kaget, saat itu hampir setiap kediaman kaum terpandang memiliki lapangan bola!
Namun dari cukup banyaknya lukisan dinding peninggalan masyarakat Romawi bisa disimpulkan, mereka mengenal beberapa jenis bola. Mulai dari yang keras, yang empuk, yang melambung, yang besar, sampai yang kecil. Bahan-bahannya pun beragam, dari bola keras nan berat terbuat dari kaca dan batu seukuran bola boling - seperti peninggalan di Pompeii - sampai jenis-jenis ringan yang berbahan dasar wol, kain, spons, kulit, atau bulu unggas.
Mereka pun punya beberapa cara untuk membuat bola membal. Cara pertama, kandung kencing babi digembungkan lalu dibungkus kuat dengan kulit sapi, babi, atau rusa. Yang kedua, menggulung usus kambing hingga berbentuk bundar, serta membungkusnya dengan kulit rusa. Cara terakhir, membungkus potongan-potongan spons dengan kain. Konon hingga kini masyarakat Turki dan Mesir masih mengenal sepak bola dengan bola spons itu.
Diduga dua bola jenis pertama memiliki daya membal yang baik, tinggal tergantung mutu bahan dan keterampilan pembuatnya. Kalau yang ketiga? Tanda tanya besar.
Tak hanya Romawi, pelbagai kawasan di dunia sebenarnya memiliki bola menurut tradisinya sendiri. Bahkan pada masa yang kurang-lebih sama dengan kejayaan Romawi, popularitas permainan bola tumbuh juga di belahan dunia yang lain. Tepatnya di Cina, meski tak jelas nama dan jenis permainannya.
Dari Cina, seni rakyat membuat bola lalu "diekspor" ke Jepang. Demikianlah misalnya temari alias bola sutera, menjadi seni tradisional Jepang. Dengan diameter 7,5 - 12,5 cm, temari baru diperkenalkan ke Jepang 500 - 600 tahun silam. Bola berbahan potongan-potongan kimono tua itu menurut tradisi adalah buah kasih para ibu atau nenek untuk anak atau cucunya. Kini temari juga punya fungsi sebagai cinderamata.
Memang, ukuran dan bahan asal bola terus berubah dari waktu ke waktu seiring perkembangan jenis dan aturan permainan yang ada. Omong-omong, bagaimana dengan bola khas permainan di daerah kita masing-masing?
(int,mei 2001)

Read more!

Asal-Usul Balon


Meski mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, referensi tentang balon ternyata sulit ditemukan. Namun menurut Jean Merlin, Kaufman, dan Greenverg (1994), masyarakat Astec-lah yang pertama kali membuat balon. Bahan bakunya usus besar kucing, dan tujuannya sebagai persembahan bagi dewa.
Namun ada pendapat lain, balon sederhana zaman dulu dibuat dari kandung kemih hewan yang diisi air. Kabarnya itu pernah dicatat selama masa Renaisans (abad XIV - XVI) di Eropa.
Karena kesulitan itu, tak jarang, kisah dongeng pun jadi acuan. Salah satunya, "Moby Dick" (1851) yang menyebut, "… gas dimasukkan di dalamnya. Ia pun membengkak mencapai ukuran luar biasa, menjadi semacam balon binatang."
Bagian-bagian tubuh binatang, khususnya kandung kemih, usus, dan perut menjadi "bahan" utama balon kuno. Konon, usus punya kelebihan. Bisa fleksibel dibentuk. Namun tentunya binatang berbeda akan memberikan ukuran yang berbeda pula.
Bagaimana cara membuatnya? Jean Merlin, Kaufman, dan Greenverg menuturkannya begini, "Bersihkan usus besar dengan hati-hati, baliklah, lalu jahit dengan serat tanaman khusus. Hebatnya, serat ini akan kuat lekat menempel setelah mengering karena dijemur sinar matahari. Hasilnya, 'balon' yang benar-benar kedap udara. Selanjutnya, tiuplah."
Menurut Jacques Dupin Grouvhard dalam The Mayanaise Connection, proses pembuatan demikian perlu waktu beberapa hari. Betapa pun dalam pemilihan bahan utama suku Maya juga menggunakan organ yang sama, meski memilih mengambil dari anjing atau keledai.
Bagaimana dengan bahan utama karet, seperti yang kita kenal sekarang? The Book of First karya Patrick Robertson, Bramhall House, NY (1978), menyebut nama Michael Faraday sebagai pembuat balon karet pertama tahun 1824. Pembuatan balon itu sebenarnya dalam kaitan dengan percobaannya menggunakan hidrogen di Royal Institution di London.
"Karet lateks amat elastis. Maka, kantung lateks bisa melar, dinding kantungnya sampai menjadi cukup transparan. Malah, bila diisi hidrogen, ia menjadi ringan dan bisa terbang," ujarnya dalam "Quarterly Journal of Science" di tahun yang sama.
Cara membuatnya pun sederhana. Dua lembar karet dipotong bulat, ditumpuk, lalu dipres sisinya. Otomatis karet melunak, dan menempel. Bagian dalam antara dua lembaran itu dibedaki tepung agar tidak saling lengket.
Evolusi balon karet sebagai mainan ternyata tidak perlu menunggu terlalu lama. Pada tahun berikutnya, balon mainan sebagai produk massal baru sudah diperkenalkan oleh produsen perintis karet Thomas Hancock. Tapi bentuknya berupa satu set alat yang terdiri atas sebotol karet cair dan alat tiup. Baru tahun 1847 balon mainan yang lebih tahan terhadap perubahan temperatur, dibuat pertama kali oleh J.G Ingram dari London. Balon itu bisa disebut prototipe balon modern.
Balon terus berkembang, baik variasi bentuk maupun kualitasnya, sehingga tidak mudah meletus. Malah ada produsen yang menyebut balonnya modern, karena " … dibuat dari karet alami ramah lingkungan, yakni lateks pohon Hevea. Dengan proses alamiah ia akan hancur. Secepat membusuknya dedaunan, karet itu akan menjadi vitamin bagi tanah."
Lalu, muncul seni "patung" balon dari balon panjang. Seni itu dimulai sejak tahun 1920-an, tapi baru populer setelah PD II. Terlebih setelah diproduksi balon pensil, yang amat langsing.
Mengenai bentuknya? Apapun bisa dibuat. Malah di luar negeri sering digelar kontes yang menunjukkan begitu beragamnya hasil olahkreativitas dan keterampilan peserta. Mau coba?
(int, jun 2001)

Read more!